Melatih Kemandirian Anak. Hari ke-8. No ngomel-ngomel.

Hari ke-8 tantangan 15 hari melatih kemandirian ini, saya tetap melanjutkan berlatih makan sendiri dan merapikan mainan sendiri. Masih harus konsisten untuk terus membiasakan Aisyah untuk melakukan kebiasaan ini. Sekali saya skip, maka akan terlewat latihannya. Menguatkan diri sendiri untuk tetap konsisten melatih anak juga sangat penting ya..

Bagaimana progresnya?

Untuk makan sendiri, meskipun Aisyah selalu menyambut dengan baik tawaran saya untuk makan sendiri, tapi tetap seperti biasa hanya bisa fokus beberapa menit, kemudian berlarian atau berjalan kesana kemari. Kemudian duduk lagi ketika menyuap lagi. Masih harus terus diingatkan dan didampingi ketika makan untuk memberikan contoh langsung di hadapannya. Dan, beberapa kali juga masih disuapi.

Untuk merapikan mainan, Alhamdulillah terlihat tetap bahagia jika diajak membereskan mainan setelah bermain. Kadang sesekali, Aisyah membereskan sendiri tanpa diminta. Nah, tentang beres-membereskan ini, ada temuan berharga hari ini, untuk saya pribadi lebih tepatnya.

Aisyah meminta saya untuk diambilkan minum. Seperti biasa, saya mengambilkan minum dan membiarkannya minum sendiri, sembari saya melanjutkan aktivitas. Aisyah terlihat anteng minum sendiri dengan gelasnya. Tak lama kemudian, saya melihat Aisyah sedang mencelupkan tissue basah ke dalam gelas kemudian diperas dengan tangannya. Sesekali dilap ke lantai. Dimainkannya gelas berisi air dengan celup-peras tissue basah. Lantai menjadi basah dan baju pun basah. Awalnya, saya sudah ingin sekali teriak "Aisyah, jangan dimainin airnya, nanti basah semua". Tapi kemudian saya tahan. 

Saya teringat kata Teh Kiki Barkiah yang kurang lebih begini, anak-anak itu neuron-neuron di otaknya belum tersambung. Kegiatan-kegiatan eksplorasi yang mereka lakukan akan membuat neuron-neuronnya tersambung. Saya membayangkan saat itu Aisyah sedang eksplorasi sesuatu yang baru, dan sedang menyambungkan neuron-neuron di otaknya. Ketika saya menginterupsi, bisa jadi akan memotong secara paksa neuron-neuronnya yang sedang berkembang itu.

Selain itu, dengan mengomel, mengatakan resiko ini itu, anak seusia Aisyah mungkin belum bisa memahami dan terlalu abstrak untuk dimengerti. Seusianya akan lebih bisa belajar melalui pengalaman. Jadi, saya memilih untuk membiarkan dia menyelesaikan 'eksperimennya' dan mengajaknya bertanggung jawab dengan dampak yang sudah ditimbulkan. 

"Mama.. mama.. basah" kata Aisyah. Tampaknya dia sudah puas bereksperimen dan mulai menyadari baju dan lantai menjadi basah.
"Ganti baju mama, basah" Aisyah memang selalu tidak sabar minta ganti baju kalau tahu bajunya basah. Di sini saya mulai berdialog dengan Aisyah.

"Iya, bajunya basah. celananya juga. Aisyah  main air jadinya basah. Ini lantainya juga. Nanti kita lap lantainya ya biar ga basah lagi."
"Iya" Jawab Aisyah. Saya pun mengganti baju Aisyah.

"Aisyah, ini lap untuk mengelap lantainya ya. Yuk, diberesin biar ga basah. Kalau lantainya basah, nanti licin, terus bisa?"
"nanti jatuh" Jawab Aisyah. Aisyah memang pernah kepleset karena lantai yang basah. Dan, sepertinya pengalaman ini cukup menempel di ingatannya.

Saya membiarkan Aisyah mencoba mengelap lantai yang basah. Baru setelahnya, saya yang membereskan untuk memastikan tidak ada bekas air yang tersisa. Tentu saja, tak lupa ucapan terimakasih dan pelukan karena Aisyah bersedia melakukannya. Terimakasih ya Nak..

Ya, saya ingin mengajarkan Aisyah belajar bertanggung jawab dengan menghadirkan pengalaman bukan hanya sekedar kalimat-kalimat nasihat.

Alhamdulillah. Hari ini saya bahagia, karena mampu menahan diri untuk tidak mengomel. Mampu dengan tenang untuk memilih mengajarkan dengan pengalaman ketimbang omelan yang belum tentu bisa diterima oleh anak. Dan, Aisyah pun melakasanakn tanggung jawabnya dengan bahagia tanpa omelan dari ibunya yang bisa saja melukai hatinya.

No comments